Mengapa Islam dan Sains Harus Berjalan Seiring ?
Di era modern yang menjunjung tinggi rasionalitas dan sains, umat Islam sering terjebak dalam dikotomi: antara menjadi religius atau menjadi ilmiah. Seakan-akan jika seseorang memilih mendalami ilmu agama, maka ia harus meninggalkan dunia ilmu pengetahuan modern. Sebaliknya, jika ia ingin menjadi ilmuwan, maka ia harus melepaskan identitas spiritual dan wahyunya. Namun, jika kita melihat Islam secara utuh—bukan dari serpihan persepsi yang keliru—akan tampak jelas bahwa Islam justru mendorong integrasi antara iman dan ilmu. Islam dan sains tidak hanya bisa berjalan berdampingan, tetapi sejatinya harus demikian, karena keduanya berasal dari sumber yang sama : Tuhan Yang Maha Esa.
Al-Qur’an : Kitab Wahyu dan Kitab Isyarat Ilmiah
Al-Qur’an bukan buku sains. Ia tidak menyuguhkan rumus matematika atau grafik laboratorium. Namun, siapa pun yang membaca Al-Qur’an dengan jujur akan menemukan bahwa kitab ini sarat dengan ajakan untuk berpikir, mengamati, menganalisis, dan menyelidiki fenomena alam. Dalam banyak ayat, Allah menggunakan ungkapan-ungkapan yang merangsang akal, seolah Al-Qur’an mengajak manusia melakukan metode ilmiah sebelum metode itu diformalkan di dunia Barat berabad-abad kemudian. Allah berfirman :
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
"Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan bumi!" (QS. Yunus: 101)
Perintah ini bukanlah metafora spiritual, melainkan seruan konkret untuk melihat dan menyelidiki alam. Ayat ini meletakkan dasar epistemologi Islam yang menghargai observasi dan rasionalitas. Dalam ayat lain, Allah juga memuji orang-orang yang menggunakan akal :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ... لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi... terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali ‘Imran: 190)
Jelas, Al-Qur’an bukan saja tidak memusuhi sains, tetapi justru mengasuhnya sejak dini. Di dalamnya terdapat puluhan ayat ilmiah yang menunjukkan fenomena-fenomena yang kemudian baru dibuktikan oleh dunia sains modern—seperti proses embriologi, formasi awan, asal-usul alam semesta, dan sifat air laut.
Ketika Sains dan Wahyu Bertemu: Keajaiban Ilmiah Al-Qur’an
Banyak ayat dalam Al-Qur’an mengandung informasi ilmiah yang terlalu presisi untuk dianggap kebetulan, apalagi mengingat zaman diturunkannya wahyu. Sebagai contoh, tentang pembentukan janin dalam rahim manusia. Allah berfirman :
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا
"Kemudian Kami menjadikan air mani itu segumpal darah, lalu Kami menjadikan segumpal darah itu segumpal daging, lalu Kami menjadikan segumpal daging itu tulang belulang, lalu Kami membungkus tulang itu dengan daging..." (QS. Al-Mu’minun: 14)
Ayat ini menggambarkan proses embriologi yang sangat sesuai dengan penemuan mikroskopis dalam kedokteran modern. Mustahil pengetahuan ini dimiliki manusia pada abad ke-7 tanpa bantuan peralatan laboratorium. Contoh lainnya adalah ayat tentang asal-muasal alam semesta :
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
"Tidakkah orang-orang kafir mengetahui bahwa langit dan bumi dahulu merupakan satu kesatuan yang padu, lalu Kami pisahkan keduanya?" (QS. Al-Anbiya: 30)
Ini adalah deskripsi luar biasa yang secara mengagumkan selaras dengan Teori Big Bang, sebuah teori kosmologi modern. Apakah semua ini kebetulan linguistik? Ataukah memang ada maksud bahwa Al-Qur’an ingin menyalakan kesadaran ilmiah umat manusia?
Nabi Muhammad ﷺ: Revolusi Intelektual Dimulai dari "Iqra"
Agama Islam dimulai bukan dari perintah ritual, tetapi dari perintah membaca. Ayat pertama yang turun adalah :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-‘Alaq: 1)
Ini adalah simbol pembebasan intelektual. Islam tidak lahir di tengah peradaban maju, melainkan di jazirah Arab yang saat itu didominasi oleh tradisi lisan dan kekosongan ilmiah. Namun, dengan satu kata “iqra”, peradaban pun bangkit. Rasulullah ﷺ kemudian menjadikan ilmu sebagai poros penting dalam misi kenabiannya. Beliau bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
"Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)
Tidak ada peradaban dalam sejarah manusia yang begitu menekankan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari agama, selain Islam. Maka tidak mengherankan jika kelak Islam melahirkan sebuah revolusi sains yang mencengangkan.
Warisan Ilmiah Islam: Bukan Romantisme, Tapi Inspirasi Peradaban
Pada masa keemasan Islam (abad 8–14 M), para ilmuwan Muslim menjadi pionir dalam hampir semua cabang sains: kedokteran, matematika, astronomi, kimia, fisika, hingga filsafat. Para ilmuwan seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Biruni, dan Ibnu Haytham tidak hanya mencatat penemuan, tapi juga merumuskan metode ilmiah yang digunakan dunia hingga kini.
Mereka tidak memisahkan antara ayat-ayat Tuhan yang tertulis (wahyu) dengan ayat-ayat Tuhan yang terbentang (alam). Justru dengan iman, mereka terdorong untuk menyelidiki alam semesta, karena bagi mereka, semakin dalam meneliti, semakin besar kekaguman terhadap Pencipta.
Di masa itu, sains dan Islam tidak sekadar “berjalan berdampingan”—keduanya menyatukan diri dalam satu jalan: peradaban tauhid.
Mengapa Pemisahan Islam dan Sains Membahayakan Masa Depan Umat ?
Jika umat Islam hari ini terus membiarkan pemisahan antara sains dan agama, maka kita sedang menyiapkan kehancuran ganda. Di satu sisi, sains yang kehilangan nilai spiritual akan melahirkan teknologi tanpa etika—senjata pemusnah, eksploitasi alam, dan robotisasi kehidupan tanpa ruh. Di sisi lain, agama yang kehilangan nalar ilmiah akan terjebak dalam dogmatisme, anti-intelektualisme, dan taklid buta. Bukankah dua ekstrem ini sama-sama merusak ?
Islam menawarkan jalan tengah. Ia tidak menolak sains, tetapi mengarahkan sains agar bertanggung jawab. Ia tidak membelenggu akal, tetapi membimbingnya agar tidak sombong. Dalam Islam, ilmu dan iman adalah dua cahaya yang menerangi jalan yang sama. Dan umat yang memisahkan keduanya, pada akhirnya hanya akan meraba-raba dalam gelap.
Penutup : Sains dan Islam, Dua Sayap Menuju Kemuliaan
Sudah saatnya kita tinggalkan perdebatan basi antara “ilmu dunia” dan “ilmu akhirat”. Dalam Islam, semua ilmu yang bermanfaat adalah ibadah.







